Bekasi — Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) melaksanakan Perjanjian Kerja Pendamping Teknis Kabupaten/Kota Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022. Perjanjian kerja dilakukan antara ketua pelaksana Pretty Multihartina sebagai Kepala Pusat Kebijakan Upaya Kesehatan BKPK dengan pendamping teknis kabupaten/kota SSGI tahun 2022 selaku mitra BKPK.
“Perjanjian kerja ini juga akan mengikat para pihak antara BKPK dengan mitra yang dalam pelaksanaan SSGI ini sebagai Pendamping Teknis untuk Kab/Kota”, ujar Eka Sakti Pancaindraningsih selaku penanggung jawab substansi hukum Sekretariat BKPK. Hal itu diungkapnya dalam Workshop Pendamping Teknis Kabupaten/Kota SSGI Tahun 2022 di Bekasi, pada Kamis (11/08/2022).
Eka menerangkan perjanjian kerja dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan SSGI. Ada kebijakan-kebijakan yang ditetapkan di BKPK untuk mengawal pelaksanaan SSGI tahun 2022.
Kontrak kerja akan berlaku untuk jangka waktu yang dimulai sejak tanggal ditandatangi hingga berakhirnya masa tugas pendamping teknis pada 31 Desember 2022. Masa berlaku ditetapkan hingga akhir tahun karena pelaksanaan SSGI tidak berhenti pada proses pengumpulan data saja, tetapi juga membutuhkan proses-proses lainnya untuk menunjang kelengkapan materi laporan SSGI.
“Ada proses-proses yang lain hingga penyusunan laporan di mana masih membutuhkan informasi atau bantuan bapak ibu untuk menyempurnakan laporan SSGI sehingga bisa tersusun dengan baik”, ujar Eka.
Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pendamping teknis dalam perjanjian kerja adalah mengikuti workshop yang telah dilaksanakan pada 5-12 Agustus 2022. Sebagai rangkaian kegiatan, dalam kegiatan workshop juga dilakukan posttest bagi pendamping teknis kab/kota untuk mengetahui peningkatan pengetahuan sebelum turun survei ke lapangan.
Meski demikian, Chief Expert BKPK Anung Sugihantono mengatakan pengetahuan yang didapat harus dapat disalurkan kepada enumerator dan tenaga pelaksana gizi. “Secara kapabilitas rekan-rekan juga sudah meningkat pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya. Tetapi mentranslit ini kepada para pelaksana, itu mempunyai satu tantangan tersendiri”, ungkap Anung secara daring.
Hal lain yang menjadi kewajiban adalah mengawasi distribusi alat pengumpulan data mulai dari penerimaan, penggunaan, sampai dengan serah terima barang dalam keadaan baik. Mulai saat workshop enumerator sampai dengan pengumpulan data selesai, termasuk pengembalian alat pengumpulan data yang digunakan oleh tim enumerator di wilayahnya kepada BKPK. (Penulis Ripsidasiona)