Jakarta – Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) menyelenggarakan Workshop Strategi Advokasi Rekomendasi Kebijakan Kesehatan (22/5). Kegiatan dilaksanakan di Jakarta dan akan berlangsung selama dua hari.
Pertemuan ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris BKPK Nana Mulyana. Dalam sambutannya, Nana mengingatkan tiga fungsi strategis BKPK, yakni memberikan rekomendasi kebijakan, sebagai pelaksana integrasi dan sinergi pencapaian sasaran pembangunan Kesehatan, serta melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan kesehatan.
“Dalam melaksanakan tiga fungsi strategis ini kita harus punya kemampuan melakukan advokasi kepada pembuat kebijakan agar bisa dipahami dan diformulasikan menjadi kebijakan. Untuk itulah diadakan peningkatan kapasitas ini agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya” ujar Nana.
Hadir Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Ketahanan (Resiliency) Industri Obat dan Alat Kesehatan Prof. dr. Laksono Trisnantoro. Ia mengingatkan pentingnya pembuat rekomendasi kebijakan atau advokator kebijakan untuk membangun komunikasi yang erat dengan pengambil keputusan.
Lebih lanjut Prof. Laksono menjelaskan kegiatan advokasi mempunyai aspek politis yang kental. Advokasi dapat pula diterjemahkan sebagai tindakan mempengaruhi atau mendukung sesuatu atau seseorang. Menurutnya target advokasi adalah menginformasikan atau menyosialisasikan serta membuat, mengubah atau mempertahankan sebuah kebijakan.
“Anda harus paham betul apa yang terjadi, dan detail dalam menguasai permasalahan. Anda bisa detail kalau mengikuti terus apa yang terjadi di mitra atau unit yang ingin disasar,” imbuh Prof Laksono.
Ada beberapa pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam advokasi kebijakan. Setidaknya ada empat pertanyaan, yakni apa yang harus ditransfer menjadi kebijakan public; kepada siapa (pengambil keputusan yang mana) pengetahuan dari berbagai penelitian akan ditransfer; oleh siapa pengetahuan penelitian ditransfer ke pengambil keputusan; bagaimana cara pengetahuan dari penelitian dipindahkan ke proses pengambilan keputusan; dan bagaimana cara mengukur efek keberhasilan transfer pengetahuan penelitian.
Prof Laksono menjelaskan dalam konteks BKPK, pertanyaan-pertanyaan tersebut di kerucutkan menjadi pengetahuan apa yang harus ditransfer menjadi kebijakan publik; dan untuk siapa (pengambil keputusan yang mana) pengetahuan dari analisis/berbagai penelitian akan ditransfer. Siapa yang dituju adalah pengambil kebijakan, baik di dalam Kemenkes maupun di luar Kemenkes.
(Ahdiyat Firmana/Editor Fachrudin Ali)