Jakarta– Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan Seminar Internasional Pembiayaan Kesehatan yang bertajuk “The Synergy of Public and Private Sector Health Financing in Achieving Health Transformation” pada Senin (12/12) di Jakarta. Seminar ini merupakan rangkaian Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-58 Tahun 2022.
Dalam sambutannya, Kepala BKPK Syarifah Liza Munira menyatakan bahwa saat ini Kami lebih menghargai lagi pentingnya memiliki segala komponen bangsa. Menurutnya, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan komunitas untuk berada dalam halaman yang sama pada kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat.
“Untuk mencapai hal tersebut, Kami melakukan percepatan penguatan dalam sistem kesehatan nasional, sehingga Kami dapat mencapai pembangunan kesehatan berkelanjutan, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Liza.
Liza berharap dalam pertemuan ini mendapatkan masukan, gagasan, serta pembelajaran dari sektor lain atau negara lain tentang membangun sinergi pembiayaan kesehatan antara sektor publik dan swasta di Indonesia.
Senior Economist World Bank Zalalem Debebe sebagai narasumber dalam sesi yang dipandu Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Prastuti Soewondo mengatakan pembiayaan kesehatan berkaitan dengan fungsi mobilisasi pendapatan, pengumpulan risiko, alokasi, dan pembayaran penyedia. Fungsinya untuk membantu negara-negara membuat suatu kemajuan untuk menggapai tujuan seperti cakupan kesehatan universal (UHC) dan jumlah pendapatan yang dikumpulkan dan dibelanjakan untuk masalah kesehatan.
Namun demikian, Zalalem menyebutkan, negara-negara tidak bisa begitu saja dapat menggunakan cara mereka untuk menuju UHC. “Dimana pendapatan berasal dari dan bagaimana sumber daya dialokasikan dan dipergunakan sama pentingnya,” ujarnya. Zalalem menjelaskan gambaran ideal pembiayaan kesehatan sebagai konsep yang lebih luas.
Pertama, memobilisasi pendapatan yang cukup dan berkelanjutan dengan cara yang efisien dan merata. Kedua, mengelompokkan risiko kesehatan secara efisien dan merata serta memaksimalkan kapasitas redistributif. Ketiga, tetapkan paket manfaat eksplisit yang sepadan dengan pendapatan dan kapasitas pemberian layanan. Serta keempat, menjamin alokasi sumber daya dan pembelian layanan kesehatan secara adil serta efisien secara teknis dan alokatif.
Selanjutnya, narasumber kedua, Roderick Salengan dari WHO Indonesia mengungkapkan laporan terbaru dari WHO. Yaitu, pengeluaran global untuk kesehatan yang meningkat menjadi tantangan pandemi, dan ini berfokus pada pengeluaran kesehatan pada tahun 2020.
Adanya pandemi menyebabkan biaya kontraksi yang parah dan sinkronisasi dalam hasil ekonomi di seluruh dunia. GDP menurun 3,4% di 2020, 164 dari 188 negara mengalami penurunan ekonomi. Banyak negara bangkit dari tantangan awal pandemic dengan alokasi dan prioritas anggaran pada bidang Kesehatan.
“Terjadi peningkatan pemerintah pada pembiayaan di bidang kesehatan sampai sebesar 9 triliun. Kira-kira 11% dari angka GDP,” ungkap Roderick. (Penulis Faza Wulandari/Editor Fachrudin Ali)