Penguatan Kompetensi Koder Melalui Pelatihan Terstandar

318

Jakarta– Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (BKPK Kemenkes) menyeleggarakan pelatihan bagi tenaga koder program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 4-9 Juni 2024. Bertajuk Pelatihan Pengkodean Diagnosis Penyakit dan Tindakan bagi Tenaga Koder di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dalam Program JKN Tahun 2024, pelatihan ini dilaksanakan secara daring dan luring secara klasikal. Pelatihan ini diikuti peserta yang mewakili 120 rumah sakit di Indonesia Bagian Barat.

Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Ahmad Irsan A. Moeis membuka acara secara daring (4/5/2024). Pada kesempatan tersebut, Irsan menyampaikan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2028 tentang Jaminan Kesehatan yakni pada Pasal 71 ayat (1) bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKRTL secara Indonesian Case Based Groups dan/atau non-Indonesian Case Based Groups.

“Proses pengajuan klaim dalam sistem pembayaran Indonesian Case Based Groups (INA-CBG’s) menuntut adanya pengodingan yang baik oleh tenaga koder yang profesional (terstandar), yang diikuti dengan sistem IT yang andal,” ujarnya.  Hal ini akan menghasilkan pengelompokkan kode INA-CBG’s yang akurat sehingga diperoleh tarif yang sesuai dengan pelayanan kesehatan yang telah diberikan FKRTL kepada masyarakat.

Baca Juga  Tantangan Lembaga Penerbit BKPK Hadapi Kebijakan Single Account

Saat ini masih terdapat permasalahan koding dalam pelaksanaan Program JKN yang mengakibatkan adanya dispute dan pending klaim. Hal ini menyebabkan terjadinya penundaan pembayaran dari BPJS Kesehatan kepada FKRTL.

Menurut Irsan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan Program JKN. “Salah satunya adalah penguatan kompetensi koder JKN melalui standarisasi agar semua koder yang ada di Indonesia memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama,” jelasnya.

Pelatihan koding ini juga perlu dilakukan untuk mencapai indikator National Health Insurance (JKN) Reforms and Results Program PforR DLI 7.1 khususnya, (kursus pelatihan pengkodean klinis) dan 7.2 (Kemenkes menyusun pelatihan dan sertifikasi untuk paling sedikit satu koder di setiap 1.800 FKRTL secara kumulatif) sampai tahun 2025.

Baca Juga  Kolaborasi Kemenkes-USAID untuk Merespons Pandemi Covid-19

Irsan mengungkapkan pelatihan ini bekerjasama dengan Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Cikarang dan akan diselenggarakan sebanyak 3 gelombang yaitu Gelombang 1 di Bekasi, Gelombang 2 di Makassar, dan Gelombang 3 di Bandung. Pelatihan ini akan dilaksanakan secara bertahap setiap tahun agar semua tenaga koder yang ada di seluruh rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dapat memiliki kompetensi yang sama.

Lebih lanjut Irsan berharap peserta memiliki kesungguhan untuk mengikuti pelatihan ini sehingga dapat memiliki kompetensi dan pengetahuan tentang penerapan sistem INA-CBGs dalam Program JKN.

Pada kesempatan yang sama Kepala Balai Pelatihan Kesehatan Cikarang Agus Purwono Kartiko mengungkapan pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kapasitas tenaga koder. Etos kerja yang produktif, terampil, kreatif, disiplin, dan profesional dapat dicapai melalui pelatihan ini. “Pelatihan ini juga dapat membangun jejaring yang luas,” katanya.

Baca Juga  Sekjen Kemenkes Berharap Pejabat Fungsional Berperan Dalam Transformasi Kesehatan

Ketua Tim Kerja Review Tarif dan INA Grouper dalam Program JKN Riris Dian Hardiani mengungkapkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 baru disahkan pada bulan Mei lalu. “Berdasarkan peraturan ini, Menteri Kesehatan diberi amanat untuk melakukan peninjauan manfaat JKN sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar. Penerapan peraturan ini dilakukan secara bertahap,” jelasnya.

Perubahan ketiga peraturan tentang JKN ini terkait dengan kelas rawat inap, kelas standar, dan kebutuhan dasar kesehatan. Riris menegaskan bahwa manfaat JKN sama bagi semua peserta. “Segmen kepesertaan bisa berbeda-beda, tapi manfaat medisnya sama. Yang membedakan adalah manfaat non medis yang diperoleh seperti kenyamanan karena kelas dan ruangannya yang berbeda,” ujarnya.

(Penulis Fachrudin Ali/Edit Pusjak PDK/Edit Timker HDI)