Penguatan Anggaran Kesehatan Berbasis Kinerja Melalui UU Kesehatan

303

Jakarta – Kementerian Kesehatan melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) menghimpun aspirasi masyarakat melalui Public Hearing Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan undang-undang kesehatan. Pertemuan yang membahas substansi Pendanaan Kesehatan ini dihadiri para pemangku kepentingan secara hybrid di Jakarta pada Rabu (20/9).

Dalam sambutannya Kepala BKPK Syarifah Liza Munira menyampaikan pentingnya substansi pendanaan kesehatan. Menurut Liza belanja kesehatan per orang per tahun selalu tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi per orang per tahun suatu negara. Belajar dari jumlah belanja sektor kesehatan negara-negara lain Liza menekankan bahwa poin pentingnya bukan pada pengeluaran dana sebanyak-banyaknya. “Yang penting adalah cukup, teralokasi dengan baik, efisien, dan berkesinambungan,” ujar Liza.

Baca Juga  Menarik Pengunjung Museum dengan Story Telling

Lebih lanjut Kepala BKPK menjelaskan tentang konsep berbasis kinerja yang dikedepankan dalam undang-undang kesehatan. Menurutnya sumber-sumber pendanaan harus dicatat, di monitor, dan dialokasikan dengan baik. Aspek lain yang akan diatur adalah mengenai pemanfaatannya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha yang hadir dalam ruang virtual menyoroti penghapusan mandatory spending pada undang-undang kesehatan. Kunta menyampaikan bahwa peraturan turunan Undang-Undang Kesehatan akan mengubah pola pikir dari mandatory spending menuju program yang jelas output dan outcome-nya.

“Perencanaan harus lebih baik, supaya kita menganggarkan sesuai program yang jelas,” ungkap Kunta.

Public Hearing Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan undang-undang kesehatan ini dihadiri oleh pakar, akademisi, perwakilan kementerian/Lembaga, Mitra Pembangunan, organisasi profesi, dan internal Kementerian Kesehatan.

Baca Juga  Indonesia Ajak Negara G20 Berinvestasi untuk Tuberculosis

Prof. Ascobat Gani hadir memberikan pandangan perlunya menyebutkan program yang didanai secara spesifik, yaitu 23 program yang telah disebutkan, Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), serta penguatan sistem kesehatan. Selain itu Prof. Asco juga mengomentari tentang penghapusan mandatory spending.

“Kita beralih ke mandatory services. Kita perlu narasikan yang jelas apa yang dimaksud dengan anggaran berbasis kinerja,” jelas Prof. Asco.

Selanjutnya masukan disampaikan oleh Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Keuangan Putut Hari Satyaka. Putut menyampaikan ada 3 strategi untuk menyiasati keterbatasan anggaran, yaitu pertama membuka sumber lain dapat dari swasta atau filantropis. Kedua adalah penentuan skala prioritas yang jelas, dan yang ketiga adalah pentahapan.

Baca Juga  Kunjungan WHO Dalam Rangka Assesment Diagnostic

Masukan juga disampaikan Yayasan Kanker Indonesia yang diwakili oleh dr. Vinka. Selaku praktisi Vinka menyatakan pentingnya upaya paliatif yang tidak hanya untuk penyakit kanker. “Justru yang penting paliatifnya. Biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit agar mendapatkan quality of life yang baik. Dan tidak banyak masyarakat yang bisa mendapatkan pelayanan itu,” tutur Vinka.

Partisipasi masyarakat terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan masih dapat disampaikan melalui website partisipasisehat.kemkes.go.id. (Timker KLI Setban)