Bali– Imran Pambudi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2M) Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan tujuh bulan sejak delegasi G20 bertemu di acara 1st G20 Health Minister Meeting di Yogyakarta untuk mendiskusikan pendanaan untuk Tuberkulosis (TB) dan berlanjut di September lalu di New York, hasil diskusi menunjukkan perkembangan positif. Yakni, adanya dukungan dan perhatian dari negara-negara adidaya ataupun negara-negara berpendapatan menengah kebawah, organisasi internasional serta mitra. Hal itu disampaikan dalam acara Press Conference Progress of G20 Side Event Tubercolosis (TB) di Bali (27/10). Acara ini merupakan salah satu rangkaian pertemuan The 2nd G20 HMM.
Imran mengatakan satu luaran dari hasil diskusi adalah “Call to Action” yang menjelaskan kondisi terkini terkait TB serta investasi yang diperlukan untuk mengeliminasi TB. Perlu dukungan, keteguhan, penegasan kembali dari negara-negara anggota G20 untuk mengakhiri TB. “Call to action” untuk TB diangkat untuk memenuhi kesenjangan investasi yang belum sepenuhnya memadai untuk membiayai TB,” jelas Imran
Ada 13 Call to Action yang diperlukan untuk mengakhiri TB yaitu:
Pertama, mobilisasi sumber daya yang mencukupi dan memadai dan suplai yang berkesinambungan untuk mengakhiri kesenjangan pembiayaan. Kedua, integrasi TB Respond pada sistem pembiayaan domestik dan internasional.
Ketiga, mendukung dan memperkuat pemanfaatan platform pembiayaan dan pendanaan multilateral yang sudah berjalan untuk vaksin, obat dan diagnostik TB yang aman, efektif, terjangkau dan murah. Keempat, kolaborasi multinegara untuk melaksanakan penelitian TB.
Kelima, memperkuat keterlibatan komunitas untuk dapat bekerjasama dengan kemitraan public private (public private partnership) serta keenam, merekomendasikan transisi cepat terhadap data surveilans.
Lebih lanjut Imran mengatakan kolaborasi penanganan pandemi covid dapat ditiru untuk mengatasi TB dengan pendekatan masyarakat melalui penghilangan stigma atau prasangka lain utk mengatasi kebutuhan komunitas atau pelayanan tenaga kesehatan dengan berbasis kesetaraan hak asasi manusia atau prinsip-prinsip kesetaraan gender.
“Bagi kami dan seluruh komunitas TB di dunia, G20 dibawah kepemimpinan Indonesia sangat istimewa karena untuk pertama kalinya dalam sejarah G20, TB menjadi topik yang diangkat dan diprioritaskan dalam agenda G20. Saya sangat mengapresiasi Indonesia untuk hal ini,” ungkap Direktur Stop TB Partnership (UN-Based Stop TB Partnership) Suvanan Sahu dalam kesempatan yang sama.
Menurut Suvanan Sahu TB dapat dicegah, didiagnosis, dan diobati serta disembuhkan. Sudah tersedia berbagai teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah mendiagnosis, merawat dan mengobati TB.
Sementara itu, masih banyak yang sedang menanti dalam kerangka penelitian dan pengembangan. Namun dunia telah menjadikan TB sebagai pembunuh terbesar, bahkan sebagai penyakit menular kedua tertinggi setelah COVID-19 yang menyebabkan kematian.
Suvanan Sahu menjelaskan ada beberapa alasan yang melatarbelakangi masalah ini. Namun alasan utama kurangnya keberhasilan dalam eliminasi TB adalah permasalahan pendanaan, baik itu domestik ataupun internasional. Karena masalah pembiayaan ini, berbagai teknologi yang digunakan untuk memerangi TB tidak menjangkau para penderita yang membutuhkan dan teknologi baru tidak menjadi prioritas jalur cepat untuk keluar dari saluran penelitian dan pengembangan teknologi.
Pada Maret 2022 dalam side event yang digelar di HWG G20 telah dirumuskan ‘Call to Action’ dan disepakati dibuatnya pendanaan untuk TB Respond yang bekerjasama dengan WHO, Stop TB Partnership, Global Fund, USAID, serta beberapa mitra.
Dengan potensi yang besar untuk pendanaan maka dapat dikembangkan new tools dalam upaya eliminasi TB. “Kita perlu komitmen untuk memerangi TB dan bersama dengan mitra kita telah meluncurkan ‘Global Plan’ untuk mengakhiri TB 2030’” tutur Suvanan Sahu. Dokumen ini dibuat dengan begitu detail dengan harapan dapat sepenuhnya mengakhiri TB di tahun 2030.
Nurul Nadia Luntungan dari Yayasan Stop TB Indonesia menyebutkan TB hanya dapat diakhiri dengan tercapainya kemitraan yang kuat antara pemerintah, sektor publik dan juga masyarakat.
Menurut Nurul di Indonesia upaya untuk eliminasi TB di 2030 baru mulai benar-benar berjalan tahun lalu. Saat ini dengan adanya kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari pemerintah maka optimisme untuk mengakhiri TB di 2020 semakin besar.
Nurul mengatakan dalam dokumen ‘Call to Action’ menekankan pentingnya pendanaan untuk upaya mengakhiri TB di 2030. “Call to Action” perlu dituangkan dalam sebuah aksi yang benar-benar meningkatkan investasi dalam mengatasi TB, untuk pelayanan, penelitian dan pengembangan. Dengan pendanaan yang cukup maka negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dapat bangkit lebih kuat untuk membangun TB Respond untuk menguatkan ketahanan sistem kesehatan dan juga mempeluas persiapan serta respon dalam menghadapi pandemi berikutnya dalam arsitektur global. (Penulis Kurniatun K/Editor Fachrudin Ali)