Kemenkes Gelar Public Hearing RPMK Substansi Telekesehatan dan Telemedisin

167

Jakarta—Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan (BKPK Kemenkes) Syarifah Liza Munira membuka secara resmi acara Public Hearing Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Substansi Telekesehatan dan Telemedisin pada Senin (9/9).

“Seperti diketahui didalam agenda transformasi sistem kesehatan, Kemenkes melakukan transformasi regulasi dimana undang-undang kesehatan telah diterbitkan tahun lalu,” ungkap Liza. Dalam amanah turunannya, juga telah terbit peraturan pemerintah.

Liza menjelaskan posisi saat ini Kemenkes ingin mendapatkan informasi, masukan, kritikan, tentang bentuk, tantangan di lapangan, ekspektasi, model-model yang diketahui, yang berjalan atau tidak di luar negeri, serta bentuk-bentuk yang mungkin saat ini belum ada didalam telekesehatan ataupun telemedisin. Khususnya, terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

“Kita ingin mengatur rancangan peraturan telekesehatan dan telemedin dengan sebaik-baiknya di Indonesia,” terang Liza.

Baca Juga  Penguatan Anggaran Kesehatan Berbasis Kinerja Melalui UU Kesehatan

Kepala BKPK Kemenkes menerangkan bahwa pertemuan ini dimaksudkan untuk  mendapatkan sebanyak-banyaknya masukan dan informasi sebagai bentuk dari partisipasi publik. Masukan juga dapat disampaikan secara tertulis di laman website https://partisipasisehat.kemkes.go.id/

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI sekaligus Chief Digital Transformation Office (DTO) Setiaji mengemukakan Substansi PP No. 28 Tahun 2024 yang didelegasikan menjadi Peraturan Menteri Kesehatan yakni yang terdapat di dalam Pasal 557 ayat 5 yang mengatur substansi persyaratan penyelenggaraan telekesehatan. Kemudian pasal Pasal 561 ayat 5 mengatur jenis pelayanan yang dapat diselenggarakan pada penyelenggaraan telemedisin, Pasal 562 ayat 3 STR dan SIP dalam penyelenggaraan telemedisin serta Pasal 564 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan telemedisin.

Layanan yang ada didalam konsep telekesehatan dan telemedisin yang diatur dalam RPMK ini adalah sifatnya layanan telemedisin, telekomunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). “Kemudian ada yang berkaitan dengan administrasi Kesehatan. Termasuk juga telefarmasi,” jelasnya lebih lanjut.

Baca Juga  Pentingnya Sosialisasi JKN Secara Masif

Cakupan telemedisin adalah telekonsultasi antar fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), telekonsultasi antar fasyankes dengan masyarakat, telemonitoring dan telefarmasi. Penyelenggara telekesehatan harus memenuhi persyaratan yakni kepemilikan aplikasi ini adalah pemerintah, swasta atau mandiri. Harus ada sarana dan prasarana dan ada peralatan, serta ada sumber daya manusianya (SDM).

“SDM ini semuanya wajib memiliki SIP dan STR,” jelas Setiaji. SDM yang wajib memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIP (Surat Ijin Praktek) adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan. Ini juga harus yang masih berlaku bila ingin menjalankan layanan telekesehatan dan telemedisin. Hal ini dilakukan untuk menjunjung kualitas layanan.

Penyelenggara layanan juga harus teregistrasi di Kemenkes. Harus didaftarkan di Sistem Elektronik termasuk Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) serta fasillitas penyelenggara yang tersedia.

Baca Juga  Masih Ada Permasalahan Koding dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Penyelenggaraannya diprioritaskan yang menggunakan metode penyampaian audio visual kecuali daerah-daerah tertentu bisa menggunakan teks atau chat. Ini dilakukan untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dan memastikan dokter memberikan pelayanan terbaik.

“Harus ada RME atau rekam medis elektronik,” jelas Setiaji. Setiap pelayanan harus dimasukkan kedalam rekam medis elektronik berbasis ICD 10 dan ICD 9.

Setiaji mengemukakan keluaran layanan adalah diagnosis, rujukan tatap muka, rujukan telemedisin, peresepan, edukasi, dan terapi. Biaya layanan telemedisin diharapkan bisa dibiayai oleh JKN, asuransi swasta, dan biaya mandiri. (Penulis Fachrudin Ali/Edit Timker HDI)