Penulis Muhammad Arief Setiawan
(Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Singaperbangsa, Karawang)

Lampu Merah Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Menurut WHO, 40 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit tidak menular pada tahun 2016, dengan penyebab utama adalah penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis, diabetes, dan cedera. Kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat secara global, dengan peningkatan terbesar terjadi di negara-negara berpendapatan menengah dan rendah (WHO 2018).
Bagi kalangan remaja, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat terjadi peningkatan faktor risiko penyakit tidak menular seperti frekuensi tekanan darah tinggi pada penduduk berusia 18 tahun ke atas meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%; prevalensi obesitas pada penduduk berusia 18 tahun ke atas meningkat dari 14,8% menjadi 21,8%; serta prevalensi merokok pada penduduk usia 18 tahun meningkat dari 7,2% menjadi 9,1%.
Remaja Rentan Terkena PTM
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan ancaman yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Prevalensi PTM meningkat dan remaja merupakan kelompok demografis rentan yang sering kali kurang terpantau.
Masa remaja merupakan tahap penting dalam kehidupan ketika rutinitas sehari-hari dan pola perilaku terbentuk. Diagnosis dini dan pemantauan faktor risiko PTM menjadi penting pada periode ini untuk mencegah penyakit yang dapat berkembang di usia dewasa.
Isu PTM di kalangan remaja menjadi hal krusial, penting dan perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai sektor. Tidak hanya Kementerian Kesehatan, atau dinas kesehatan. Hal ini mengingat dampaknya yang berkepanjangan terhadap kesehatan dan kesejahteraan individu menuju dewasa yang lanjut lagi ke masa tua. Beberapa PTM yang sering ditemui adalah penyakit obesitas, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskuler, serta hipertensi.
Perkembangan infrastruktur wilayah dan peningkatan ekonomi yang luar biasa juga bisa berdampak terhadap meningkatnya angka kejadian PTM. Karena hal ini biasanya akan mengubah gaya hidup masyarakat akibat urbanisasi dan modernisasi, khususnya di kalangan remaja.
Nurhidayat (2023) mengemukakan kebiasaan makan yang tidak sehat, kurang olah raga, dan paparan faktor risiko lainnya semuanya berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi PTM. Untuk itu, perlu dikembangkan sistem deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM pada remaja.
Intervensi Pencegahan PTM Pada Remaja
Mencegah dan mengelola PTM di kalangan remaja membutuhkan pendekatan yang menyeluruh. Kegiatan yang bisa dilakukan adalah melakukan edukasi gizi dan aktivitas fisik, mengedukasi remaja tentang pentingnya pola makan seimbang dan aktivitas fisik secara teratur serta memberikan dukungan psikososial.
Penting juga memberikan dukungan untuk kesehatan mental melalui konseling dan akses ke layanan psikologi, intervensi sekolah dan komunitas dengan menyelenggarakan program di sekolah yang mendukung diet sehat, aktivitas fisik, dan kesehatan mental. Lainnya, melakukan pemantauan kesehatan rutin, melakukan skrining atau pemantauan terhadap faktor risiko seperti tekanan darah, kadar glukosa, dan kadar kolesterol.
Salah satu yang dapat disarankan adalah optimalisasi pemanfaatan metode “CERDIK”. Penerapan metode CERDIK diharapkan menjadikannya sebagai perilaku yang membudaya di kalangan remaja. CERDIK merupakan akronim dari C = Cek kesehatan secara rutin; E = Enyahkan asap rokok; R = Rajin aktivitas fisik; D = Diet sehat kalori seimbang; I = Istirahat cukup; dan K = Kelola stress.
Perilaku CERDIK adalah perilaku sehat yang mampu membantu seseorang atau kelompok masyarakat khususnya remaja yang memiliki risiko PTM dapat terhindar dan mendapatkan kualitas kesehatan yang lebih baik.
Kurang Olahraga dan Pola Makan yang Buruk
Menurut Yuningrum, Trisnowati, and Rosdewi (2021) penyakit tidak menular pada remaja sebagian besar disebabkan oleh pilihan gaya hidup yang buruk, seperti kurang berolahraga dan kebiasaan makan yang buruk. Hal ini menyebabkan gaya hidup yang buruk, seperti kegemaran mengonsumsi makanan cepat saji, kurang mengonsumsi sayur dan buah, serta kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama penyakit tidak menular pada remaja (Permatasari 2022).
Pamelia (2018) juga mengemukakan kebiasaan makan yang buruk pada remaja dapat bertahan hingga masa dewasa sehingga meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, dan stroke.
Selain itu, gaya hidup modern telah mengubah sikap dan perilaku manusia, termasuk pola makan, merokok, minum alkohol, dan obat-obatan sebagai gaya hidup, sehingga jumlah penderita penyakit degeneratif semakin meningkat dan membahayakan nyawanya (Warganegara and Nur 2016). Remaja dengan pola makan yang buruk dan kurang olahraga juga memiliki kemungkinan lebih besar untuk tertular penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit jantung (Widyasari 2017).
Pemerintah terus meningkatkan edukasi kesehatan bagi kalangan remaja. Salah satunya melalui peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit dan peningkatan komunikasi informasi edukasi perilaku hidup bersih sehat.
Pencegahan PTM juga dapat dilakukan dengan mengajarkan untuk menerapkan pola hidup sehat pada remaja. Hal ini harus dimulai dari lingkungan keluarga. Keluarga khususnya orang tua dapat menjadi panutan bagi anak-anaknya untuk hidup sehat. Misalnya dengan tidak merokok, menyiapkan makanan dengan gizi seimbang dan berolahraga secara teratur.
Pencegahan PTM dilakukan dengan mengutamakan prinsip preventif, promotif melalui berbagai kegiatan edukasi dan promotif-preventif, dengan tidak mengesampingkan aspek kuratif rehabilitatif melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan.
Dapat disimpulkan edukasi tentang faktor resiko PTM harus tetap dilakukan kepada remaja. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir resiko PTM pada remaja.
Editor Happy Chandraleka