
Jakarta – Sekretaris Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI, Etik Retno Wiyati, secara resmi membuka Komunitas Belajar Analis Kebijakan Kesehatan Seri 2 yang diselenggarakan secara daring pada Selasa (22/4). Kegiatan ini mengangkat tema “Isu-Isu Kebijakan di Unit Utama Kementerian Kesehatan” dan bertujuan memperkuat peran analis kebijakan dalam mendukung transformasi kesehatan nasional.
Dalam sambutannya, Etik menyampaikan bahwa Indonesia saat ini berada pada titik penting dalam proses transformasi sistem kesehatan nasional. “Dalam enam bulan terakhir, kita telah bersama-sama menjalankan berbagai program prioritas pemerintah di bidang kesehatan, mulai dari pemeriksaan kesehatan gratis hingga pembangunan rumah sakit di berbagai kabupaten/kota,” ujarnya.
Menurut Etik, program pemeriksaan kesehatan gratis merupakan bagian dari upaya penguatan layanan promotif dan preventif, yang bertujuan meningkatkan deteksi dini dan intervensi terhadap risiko penyakit di masyarakat.
Etik menekankan pentingnya peran analis kebijakan dalam memberikan masukan berbasis data dan hasil evaluasi dari pelaksanaan program-program prioritas. “Melalui komunitas belajar ini, diharapkan semua insan Kementerian Kesehatan memahami isu-isu strategis dan mampu menyusun rekomendasi kebijakan yang berdampak langsung bagi masyarakat,” tambahnya.
Regulasi dan Penyederhanaan Aturan Kesehatan
Narasumber pertama, Iwan Kurniawan – Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya dari Biro Hukum Setjen Kemenkes – menjelaskan bahwa dalam sistem hukum kesehatan saat ini terdapat berbagai jenis regulasi, seperti Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), hingga Peraturan Menteri Kesehatan (PMK).
Iwan menyampaikan bahwa pada 2023 telah diterbitkan UU Nomor 17 tentang Kesehatan, yang mencakup enam pilar transformasi kesehatan. UU ini kemudian ditindaklanjuti dengan PP Nomor 24 Tahun 2024 sebagai peraturan pelaksana. Berdasarkan amanat UU dan PP tersebut, diperlukan penyusunan 162 PMK dan 71 Keputusan Menteri Kesehatan (KMK).
Namun, Iwan juga menyoroti bahwa saat ini terdapat 514 regulasi (PMK dan KMK) yang masih berlaku, yang berisiko menimbulkan overregulation dan disharmonisasi kebijakan. Oleh karena itu, Kemenkes mulai melakukan simplifikasi regulasi melalui penyusunan 14 Rancangan PMK dan KMK, dengan 6 di antaranya telah diundangkan.

Tantangan Kesehatan Primer dan Peran Transformasi
Selanjutnya, Sekretaris Ditjen Kesehatan Primer dan Komunitas, Niken Wastu Palupi, memaparkan tantangan kesehatan yang masih dihadapi Indonesia, seperti Angka Kematian Ibu (189 per 100.000 kelahiran hidup) dan Angka Kematian Bayi (16,8 per 1.000 kelahiran hidup), berdasarkan data BPS 2020. Meski sesuai jalur dengan target 2024, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 juga menunjukkan bahwa stunting terjadi pada 1 dari 5 balita, dan wasting pada 1 dari 12 balita. Untuk itu, penguatan layanan kesehatan primer menjadi fokus utama RPJMN 2025–2029, termasuk melalui pemeriksaan kesehatan gratis, penurunan angka stunting, serta penurunan kematian ibu dan anak.
“Transformasi layanan kesehatan primer akan mengintegrasikan layanan di Puskesmas, Pustu, Posyandu, hingga kunjungan rumah,” ujar Niken. Di tingkat desa, seluruh pos layanan kesehatan akan disatukan dalam Unit Pelayanan Kesehatan Desa/Kelurahan (UPKDK), dan Posyandu akan menyediakan layanan kesehatan yang sesuai dengan siklus hidup masyarakat.
Program pemeriksaan kesehatan gratis (PKG) akan menyasar seluruh kelompok usia dengan berbagai paket pemeriksaan, termasuk untuk bayi, balita, anak sekolah, dewasa, hingga ibu hamil.
Selain itu, penguatan layanan primer juga didukung oleh program Strengthening of Primary Health Care of Indonesia (SOPHI) dan Indonesia Public Laboratory System Strengthening (InPULS), untuk pengadaan alat kesehatan dan laboratorium di Puskesmas, Pustu, Posyandu, dan laboratorium kesehatan masyarakat.
Transformasi Layanan Kesehatan Lanjutan
Narasumber terakhir, Ruri Purwandani dari Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan, menyampaikan arah kebijakan kesehatan lanjutan dalam RPJMN 2025–2029 yang berfokus pada layanan untuk 10 penyakit katastrofik dan penyebab kematian tertinggi, termasuk kanker, jantung, stroke, diabetes, serta kesehatan ibu dan anak.
Pemerataan layanan rujukan akan dilakukan melalui jejaring rumah sakit untuk layanan kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU). Targetnya, pada 2027 seluruh kabupaten/kota memiliki layanan rujukan KJSU yang memadai.
Rumah sakit juga akan diklasifikasikan menjadi Madya, Utama, dan Paripurna sesuai dengan kapasitas layanan dan sumber daya yang dimiliki. Kebutuhan fasilitas dan SDM telah dihitung secara rinci untuk mendukung ekspansi layanan.
Kemenkes juga telah meluncurkan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU) pada 2024, guna menjawab kekurangan dokter spesialis di berbagai daerah. Terdapat 10 RS Kemenkes yang akan difungsikan sebagai RS pendidikan utama berbasis universitas.
Salah satu program unggulan lainnya adalah peningkatan kualitas RSUD dari kelas D menjadi kelas C dengan kompetensi layanan madya. Terdapat 66 RSUD yang menjadi lokus program ini, dengan 32 akan ditingkatkan pada 2025 dan 34 sisanya pada 2026 melalui berbagai sumber pembiayaan dan dukungan dari pemerintah daerah.
Penutup
Sebagai penutup webinar, Wiendra Waworuntu selaku Analis Kebijakan Ahli Utama menyampaikan harapannya agar para peserta mendapatkan wawasan mendalam mengenai transformasi layanan kesehatan primer dan lanjutan, serta dapat berperan aktif dalam memberikan rekomendasi kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat.
(Penulis: Fachrudin Ali, Editor: Timker HDI dan MIK)