Master of Training, Tahapan Krusial SSGI 2024

953

Jakarta – Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 memasuki tahapan krusial yaitu pelatihan untuk Penanggung Jawab Teknis Provinsi. Tahapan ini disebut Master of Training (MOT) yang diikuti oleh 45 peserta dari seluruh provinsi di Indonesia. MOT dilaksanakan selama tujuh hari, Minggu-Sabtu (1-7/9) di Jakarta.

Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Syarifah Liza Munira membuka MOT SSGI 2024 secara resmi. Liza menerangkan tahun 2024 merupakan tahun ke-5 pelaksanaan SSGI. Setiap tahunnya hasil SSGI selalu ditunggu sebagai salah satu indikator dalam penanganan stunting di Indonesia. Sejak pelaksanaan SSGI pertama di tahun 2019, tren stunting di Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,2% dari 27,7% di tahun 2019 menjadi 21,5% di tahun 2023.

Lebih lanjut Liza mengungkap Kementerian Kesehatan melalui BKPK selalu berusaha memberikan upaya terbaik dalam pelaksanaan survei. Sebagai upaya perbaikan pelaksanaan survei, BKPK melibatkan Badan Pusat Statistik, Badan Riset dan Inovasi Nasional, serta konsorsium yaitu PT Sucofindo, PT Surveyor Indonesia, dan Lembaga Survei Independen Nusantara sebagai manajer lapangan SSGI 2024.

Baca Juga  Penghargaan Juara Finance and Health HACKATHON 2022

Liza menekankan pentingnya peran para penanggung jawab teknis provinsi yang dilatih dalam MOT ini dan akan menjadi pelatih pada Training of Trainers. Liza berharap melalui MOT didapatkan persamaan persepsi terhadap instrumen survei, serta pemahaman mekanisme dan pengorganisasian lapangan. Selanjutnya enumerator yang mengumpulkan data melakukan proses yang akurat dan tepat sehingga hasil SSGI dapat dipertanggungjawabkan.

Senada dengan Liza, salah satu tim pakar SSGI 2024 Prof. Abdul Razak Thaha mengatakan 45 orang yang megikuti MOT ini akan menentukan kualitas survei, terutama pada pengukuran yang akan dilakukan pada pengumpulan data. “Empat puluh lima orang peserta MOT akan mereplikasikan pada lebih dari 500 orang yang akan menjadi Penanggung Jawab Teknis Kabupaten/Kota. Pelatihan ini adalah inti dari seluruh proses pengumpulan data dilapangan,” tegasnya.

Baca Juga  Pentingnya Sosialisasi JKN Secara Masif

Pelatihan ini juga dihadiri oleh Kepala Organisasi Riset Kesehatan, Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wahyu Puji Nugraheni. Pada kesempatan ini Wahyu menerangkan SSGI 2024 adalah pengalaman pertama bagi BRIN untuk mengerjakan survei dengan spektrum yang luas. Wahyu juga menekankan pentingnya MOT sebagai titik krusial dan momentum transfer of knowledge dari tim teknis kepada para Penanggung Jawab Teknis Provinsi.

Selanjutnya Plt. Kepala Pusat Kebijakan Upaya Kesehatan Dwi Puspasari mengawali pembekalan bagi para peserta. Puspa memberikan penjelasan tentang SSGI yang meliputi konsep dasar SSGI dari tahap persiapan, pelaksanaan, manajemen lapangan, dan timeline pelaksanaan survei.

Puspa menerangkan ada 4 permasalahan gizi yang menjadi target kinerja pemerintah, yaitu stunting, overweight, underweight, dan wasting. Pelaksanaan SSGI 2024 akan menghasilkan data status gizi sekaligus mendapatkan capaian indikator sasaran intervensi spesifik dan sensitif. “Tahun ini ditambahkan pertanyaan terkait TB selain diare dan pneumonia sebagai penyakit penyerta yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita,” ujarnya.

Baca Juga  Mengawal Kerjasama Penelitian yang Adil dan Merata

Puspa juga menyoroti pengukuran tinggi dan panjang badan sebagai hal yang fundamental. Menurutnya pelatihan terkait pengukuran antropometri ini juga akan didampingi  Dr. Sarang Chaudhary, yaitu Social Protection Economist, World Bank.

Pada kesempatan ini hadir pula Direktur Layanan Industri PT Sucofindo Budi Utomo. Mewakili konsorsium, Budi menyampaikan apresiasi atas kolaborasi yang baik antarlembaga pemerintah dalam pelaksanaan survei yang dipahami sebagai tugas negara.

“Survei ini sangat masif, ada 34.500 blok sensus yang tersebar pada berbagai wilayah. Pengumpulan data akan dilaksanakan dalam waktu sekitar dua bulan. Hal ini tidak akan tercapai tanpa ada kesepahaman, kepercayaan, dan dukungan bahwa kita semua adalah satu ekosistem,” jelas Budi.

(Penulis: Dian Widiati/Editor Pusjak UK)