Kebutuhan Regulasi Untuk Menjamin Layanan Kesehatan Yang Baik 

1466

Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (BKPK Kemenkes RI) Syarifah Liza Munira mengatakan pemerintah mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan sebagai inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI). Hal itu sesuai dengan amanah yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.  

“Ada beberapa landasan yang menaungi perlunya dibuat RUU Kesehatan. Tentunya, kalau kita lihat amanat dari Undang-undang Dasar 1945 pada pasal 28 disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Kemudian dalam pasal 34 disebutkan negara harus hadir dan memberikan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan,” kata Liza pada pertemuan Public Hearing RUU Kesehatan dengan sub topik Mandatory Spending yang diselenggarakan BKPK pada Selasa (14/3) di Jakarta. 

Baca Juga  Sekretaris BKPK Membuka Secara Resmi Lomba Jakarta Laser Run 2022

Dalam mewujudkan kehadiran negara, Liza menyampaikan Kementerian Kesehatan melakukan transformasi kesehatan yang mencakup enam pilar transformasi. Salah satunya transformasi pembiayaan kesehatan.  

Liza mengungkapkan untuk memastikan pembiayaan kesehatan dapat terjamin dan terlaksana dengan baik serta memberikan akses, kualitas, dan keberlanjutan dibutuhkan dukungan regulasi untuk mewujudkan layanan kesehatan yang baik melalui pembiayaan yang baik bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Lebih lanjut Liza mengatakan RUU Kesehatan ini mengambil metode Omnibus Law. Metode tersebut menyinkronkan regulasi yang sudah ada. RUU Kesehatan mencabut sembilan undang-undang dan mengubah empat undang-undang yang ada.  

Diungkapkan Liza, dalam proses pembuatan RUU Kesehatan Presiden Joko Widodo menugaskan kepada kementerian/lembaga untuk menyusun Daftar Isian Masukan (DIM) dengan melibatkan partisipasi publik. 

Baca Juga  Butuh Sinergi Pusat dan Daerah Wujudkan Standar Pelayanan Minimal Berkualitas

“Presiden menugaskan kepada K/L untuk menyusun daftar inventarisasi masalah dan diharapkan ada partisipasi publik. Itu dilaksanakan melalui beberapa proses, salah satunya public hearing yang kita lakukan hari ini untuk mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya dari semua stakeholders terkait,” terang Liza. 

Draf RUU Kesehatan terdiri dari 20 Bab dan 478 Pasal. Pada hari pertama di sesi kedua kegiatan Public Hearing BKPK, dipaparkan subtopik Mandatory Spending Kesehatan yang terdapat pada Bab ke-13, khususnya di pasal 416-422.  

“Dari beberapa yang memberikan komentar tadi, masukannya senada mengenai pentingnya kualitas mandatory spending untuk peningkatan SDM dan layanan yang diberikan. Karena seperti yang disampaikan Pak Fernando dari Kemendagri, berdasarkan data tahun lalu mayoritasnya (anggaran kesehatan) adalah belanja modal,” imbuh Liza. 

Baca Juga  BKPK  Gelar Workshop Enumerator dalam rangka Uji Coba SSGI Tahun 2022

Selain itu, Liza menuturkan dari masukan yang diterima secara umum stakeholders menyampaikan agar dapat memerhatikan atau memastikan kualitas mandatory spending dengan melakukan performance-based budgeting atau berbasis kinerja. Ini dilakukan dengan tata cara yang diatur dalam regulasi Permenkes atau turunan dari undang-undang agar bisa memberikan layanan yang baik untuk masyarakat.(Ripsidasiona)