Perokok Dewasa di Indonesia Meningkat Dalam Sepuluh Tahun Terakhir

28937

Jakarta – Jumlah perokok dewasa di Indonesia mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir. Hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021. Meskipun prevalensi merokok di Indonesia mengalami penurunan dari 1,8% menjadi 1,6%.

“Ini adalah tantangan yang penting bagi kita semua untuk melakukan upaya-upaya dalam penghentian merokok,” ungkap Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat peluncuran hasil data GATS 2021 di Gedung Adhyatma, Kemenkes RI, Selasa (31/5/2022).

Dante mengungkapkan secara sosial ekonomi angka yang digunakan untuk belanja rumah tangga rokok lebih tinggi daripada angka yang digunakan untuk belanja makanan bergizi. Data GATS 2021 mencatat jumlah bulanan rata-rata untuk rokok adalah Rp. 382.091,72.  “Ini juga sebuah tantangan secara sosial ekonomi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar hal itu tidak terjadi,” ujarnya.

Jakarta – Jumlah perokok dewasa di Indonesia mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir. Hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021. Meskipun prevalensi merokok di Indonesia mengalami penurunan dari 1,8% menjadi 1,6%.

Baca Juga  Calling All Genomics Enthusiast

“Ini adalah tantangan yang penting bagi kita semua untuk melakukan upaya-upaya dalam penghentian merokok,” ungkap Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat peluncuran hasil data GATS 2021 di Gedung Adhyatma, Kemenkes RI, Selasa (31/5/2022).

Dante mengungkapkan secara sosial ekonomi angka yang digunakan untuk belanja rumah tangga rokok lebih tinggi daripada angka yang digunakan untuk belanja makanan bergizi. Data GATS 2021 mencatat jumlah bulanan rata-rata untuk rokok adalah Rp. 382.091,72.  “Ini juga sebuah tantangan secara sosial ekonomi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar hal itu tidak terjadi,” ujarnya.

Baca Juga  Menyusun Kebijakan Kesehatan Berdasar Data dan Analisis

Lebih lanjut Dante menyebutkan terpenting angka promosi untuk merokok ini semakin meningkat baik melalui media sosial, elektronik, maupun media promosi lainnya. “Yang paling signifikan adalah peningkatan melalui media internet dimana tahun 2011 iklan di internet hanya sekitar 1,9%. Naik sepuluh kali lipat menjadi 21,4% tahun 2021,” tegas Dante.

Wamen mengatakan tantangan semua pihak untuk melakukan berbagai macam konsep strategi agar rokok menjadi salah satu elemen yang harus dibangun edukasinya. “Karena itu saya mengharapkan beberapa hal yang harus kita perbaiki sama-sama,” ungkapnya lebih jauh.

Baca Juga  Kemenkes RI dan Perwakilan Zimbabwe Bahas MoU Bidang Kesehatan

Wamen mengajak media dapat turut berperan untuk menggaungkan kepada anak muda bahwa merokok itu bukan sesuatu yang baik dan akan mengganggu kesehatan saat usia lanjut. Komplikasi bahaya rokok akan membawa implikasi pada pembiayaan jangka panjang. Hal ini disebabkan risiko berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, pembuluh darah, dan kanker dapat meningkat setelah penggunaan rokok dalam waktu panjang.

Baca Juga  Strategi Kolaboratif Tingkatkan Penemuan Kasus TB

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi menyatakan salah satu temuan yang baik dari survei GATS 2021 adalah 2/3 dari perokok ingin berhenti. Terkait hal itu Maria mengungkapkan Kemenkes telah menyediakan layanan untuk berhenti merokok di fasilitas kesehatan. Representatif WHO Indonesia N. Paranietharan berharap pemerintah Indonesia dapat berperan dalam penurunan prevalensi penggunaan tembakau di dunia. Khususnya, untuk mencapai target SDGs mengurangi prevalensi penggunaan tembakau sebanyak 40% di tahun 2030.

*(Penulis Ripsidasiona/Penyunting Fachrudin Ali Ahmad)

Lebih lanjut Dante menyebutkan terpenting angka promosi untuk merokok ini semakin meningkat baik melalui media sosial, elektronik, maupun media promosi lainnya. “Yang paling signifikan adalah peningkatan melalui media internet dimana tahun 2011 iklan di internet hanya sekitar 1,9%. Naik sepuluh kali lipat menjadi 21,4% tahun 2021,” tegas Dante.

Baca Juga  Kepala BKPK Ungkap Perlu Sinergi Pusat dan Daerah untuk Sampaikan Program dan Kebijakan Kesehatan Ke Masyarakat

Wamen mengatakan tantangan semua pihak untuk melakukan berbagai macam konsep strategi agar rokok menjadi salah satu elemen yang harus dibangun edukasinya. “Karena itu saya mengharapkan beberapa hal yang harus kita perbaiki sama-sama,” ungkapnya lebih jauh.

Wamen mengajak media dapat turut berperan untuk menggaungkan kepada anak muda bahwa merokok itu bukan sesuatu yang baik dan akan mengganggu kesehatan saat usia lanjut. Komplikasi bahaya rokok akan membawa implikasi pada pembiayaan jangka panjang. Hal ini disebabkan risiko berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, pembuluh darah, dan kanker dapat meningkat setelah penggunaan rokok dalam waktu panjang.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi menyatakan salah satu temuan yang baik dari survei GATS 2021 adalah 2/3 dari perokok ingin berhenti. Terkait hal itu Maria mengungkapkan Kemenkes telah menyediakan layanan untuk berhenti merokok di fasilitas kesehatan. Representatif WHO Indonesia N. Paranietharan berharap pemerintah Indonesia dapat berperan dalam penurunan prevalensi penggunaan tembakau di dunia. Khususnya, untuk mencapai target SDGs mengurangi prevalensi penggunaan tembakau sebanyak 40% di tahun 2030.

*(Penulis Ripsidasiona/Penyunting Fachrudin Ali Ahmad)